Ahli Pemerintah Ungkap Alasan Dana Pensiun Diserahkan Berkala

Dalam sidang lanjutan perkara pengujian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun yang berlangsung di Mahkamah Konstitusi pada Kamis, 6 Juni 2024, pemerintah menghadirkan ahli ekonomi untuk memberikan keterangan terkait mekanisme pembayaran manfaat pensiun yang dilakukan secara berkala. Ahli yang dihadirkan adalah Mohamad Nasir, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia. Dalam keterangannya di hadapan Majelis Hakim Konstitusi, Nasir menjelaskan bahwa pembayaran manfaat pensiun tidak dilakukan sekaligus karena mekanisme berkala dianggap lebih aman, terukur, dan memberikan perlindungan jangka panjang bagi peserta. Menurutnya, hal ini berkaitan erat dengan prinsip dasar dana pensiun sebagai bentuk jaminan sosial yang menjamin kelangsungan penghasilan bagi para pensiunan setelah mereka tidak lagi produktif secara ekonomi.

Nasir mengungkapkan bahwa pembayaran pensiun secara berkala dirancang untuk menjawab tantangan semakin panjangnya usia harapan hidup masyarakat. Jika pembayaran dilakukan sekaligus, risiko yang ditanggung peserta menjadi sangat besar. Mereka harus mengelola sendiri uang pensiun tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup hingga akhir hayat, yang tidak dapat dipastikan berapa lamanya. Hal ini membuka celah terjadinya kehabisan dana di usia tua, terutama jika tidak disertai kemampuan finansial yang memadai atau jika peserta menghadapi kondisi darurat seperti sakit berkepanjangan atau inflasi yang tinggi. Oleh karena itu, pembayaran berkala dinilai lebih mampu memberikan perlindungan berkelanjutan dan meminimalkan risiko-risiko tersebut.

Selain itu, dari perspektif ekonomi makro, Nasir menilai bahwa skema pembayaran berkala memungkinkan pengelolaan dana pensiun dilakukan secara kolektif dan profesional oleh lembaga dana pensiun. Risiko inflasi, perubahan nilai tukar, krisis ekonomi, maupun risiko panjang umur tidak harus ditanggung oleh individu peserta, melainkan dikelola melalui sistem yang telah dirancang dengan prinsip kehati-hatian. Hal ini menurutnya lebih adil dan berkelanjutan dalam konteks jaminan sosial nasional. Ia juga menekankan bahwa dana pensiun merupakan instrumen jangka panjang yang harus dikelola untuk kepentingan seluruh peserta, bukan sebagai hak yang bisa ditarik tunai sesuka hati.

Dalam kaitannya dengan pengujian konstitusionalitas pasal-pasal dalam UU Dana Pensiun yang sedang diuji di Mahkamah Konstitusi, Nasir menegaskan bahwa ketentuan pembayaran manfaat pensiun secara berkala telah sesuai dengan prinsip keadilan sosial dan perlindungan warga negara sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi. Ia memandang bahwa pembayaran secara berkala justru merupakan bentuk tanggung jawab negara dalam menjamin hak-hak dasar warga negara di usia tua, bukan pelanggaran terhadapnya. Oleh karena itu, menurutnya, ketentuan tersebut seharusnya tetap dipertahankan karena memiliki dasar hukum, ekonomi, dan sosial yang kuat serta telah diterapkan secara luas dalam praktik dana pensiun di berbagai negara.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *